Sementara itu, pengamat politik dari Unand, Andri Rusta, melihat fenomena politisasi hasil LHP BPK ini adalah gorengan politik untuk mempengaruhi popularitas dan elektabilitas calon.
“Dari wacana yang berkembang yang diserang adalah gubernur dan mantan Ketua DPRD, dua orang ini mencalonkan diri sebagai gubernur dan walikota Payakumbuh, ada indikasi ke arah sana. Padahal pejabat yang difasilitasi ini tidak memiliki kewenangan teknis untuk pengadaan tersebut, persoalan teknis ya di OPD,” kata Andri Rusta.
Andri Rusta berharap LHP BPK ini jangan dipolitisir untuk kepentingan tertentu di masa pilkada ini, dan masyarakat harus kritis menerima informasi yang beredar.
“Jika dituduhkan kepada Supardi maupun Mahyeldi sebagai aktor intelektual, ini salah besar, sekali lagi Ketua DPRD dan Gubernur hanya sebagai pengguna mobil itu, masyarakat jangan menerima informasi mentah mentah karena persoalan hukum tentu ada proses yang dilalui, dan anehnya dalam kasus ini kenapa hanya Supardi dan Mahyeldi yang diblow-up? Padahal pengguna mobil ada pimpinan daerah dan pimpinan DPRD lain ,” jelas Andri Rusta.
Diketahui, BPK setiap tahun memang melakukan audit terhadap keuangan daerah.
“Hasil dari LHP BPK ini adalah memberikan rekomendasi kepada Kepala Daerah terkait dengan penggunaan keuangan tersebut. Jika memang ditemukan pelanggaran maka sanksinya adalah mengembalikan uang ke kas negara, bukan langsung masuk ke ranah hukum,” pungkasnya. (000)
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.