Oleh RATIH RAMADHANI
Isu pekerja anak menjadi persoalan yang rumit dan berdampak pada perkembangan sosial dan ekonomi Indonesia. Menurut ILO (2023), sekitar 160 juta anak di berbagai negara masih terlibat dalam pekerjaan, sementara di Indonesia pada tahun 2022, jumlah pekerja anak mencapai 1,01 juta (BPS, 2022). Meskipun terjadi penurunan sebesar 3,8% dari tahun sebelumnya yang mencapai 1,05 juta, keberadaan pekerja anak masih membutu
hkan perhatian serius karena dampaknya yang dapat menghambat perkembangan anak dan menciptakan ketidaksetaraan dalam akses pendidikan.
Penelitian yang dilakukan mengenai hubungan asset produktif rumah tangga dan pekerja anak menyoroti peran aset produktif rumah tangga dalam menentukan apakah seorang anak akan bekerja atau melanjutkan pendidikan. Aset produktif rumah tangga, seperti lahan pertanian, ternak, atau usaha dagang orangtua, diduga memiliki dampak signifikan terhadap keputusan anak untuk terlibat dalam pekerjaan. Kehadiran aset-aset ini dapat mempengaruhi pilihan anak antara bekerja untuk membantu ekonomi keluarga atau melanjutkan pendidikan formal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang berasal dari rumah tangga dengan aset produktif cenderung memiliki peluang lebih kecil untuk terlibat dalam pekerjaan dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki aset tersebut. Hal ini menandakan bahwa kepemilikan aset produktif dapat membantu mengurangi risiko pekerja anak karena aset produktif yang memberikan penghasilan lebih mampu untuk membayar kebutuhan anak untuk sekolah. Namun demikian, peran aset produktif tidak hanya sebatas pada keputusan anak untuk bekerja atau tidak. Aset-aset ini juga mempengaruhi jenis pekerjaan anak, anak-anak di rumah tangga dengan aset produktif yang membutuhkan pekerja tambahan namun rumah tangga tidak mampu membayar upah cenderung melibatkan anak untuk bekerja, contohnya pada pekerjaan pertanian atau ternak.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.