Plt Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Solok Imran Syahrial mengatakan, Kabupaten Solok sejak 2016 telah ditetapkan sebagai sentra penghasil bawang merah untuk wilayah Sumatera bagian tengah.
“Kami punya varietas unggulan lokal, SS Sakato, yang mampu ditanam dan dipanen setiap hari. Keunggulan daerah ini, meskipun tidak memiliki sistem irigasi, curah hujan satu kali seminggu sudah cukup menjaga kelembapan tanah,” ungkap dia.
Ditambahkan, pola tanam bawang merah di Lembah Gumanti dan sekitarnya memungkinkan petani melakukan panen bergiliran tanpa musim jeda.
“Dengan dukungan program sumur bor dan kelompok tani champion, produksi bisa berkelanjutan sepanjang tahun. Ini membantu menjaga ketersediaan dan menekan fluktuasi harga,” lanjutnya.
Dari sisi petani, Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Kabupaten Solok Amri Ismail mengungkapkan bahwa daerah tersebut sebenarnya mengalami surplus produksi.
“Kebutuhan bawang merah Sumbar sekitar 11 ribu ton per tahun, sementara produksi kita mencapai lebih dari 216 ribu ton. Yang jadi perhatian lebih ke pola tanam agar tidak bersamaan dengan panen raya di daerah lain,” jelasnya.
Amri menambahkan, pengalaman anjloknya harga bawang pada 2023 menjadi pelajaran berharga bagi petani. Kini mereka mengatur jadwal tanam agar hasil panen tetap stabil sepanjang tahun.
“Harapan kami, harga di tingkat petani bisa bertahan di kisaran Rp20–25 ribu per kilogram, dan di tingkat konsumen sekitar Rp35 ribu agar tidak memberatkan,” ucapnya.
Sementara, berdasarkan data Dinas Pangan Provinsi Sumatera Barat per 11 Oktober 2025, harga cabai merah di tingkat konsumen rata-rata tercatat Rp77.102 per kilogram. Harga tertinggi berada di Kota Padang Panjang sebesar Rp95.000 per kilogram, sedangkan terendah di Kabupaten Solok Rp65.000 per kilogram. Data ini menunjukkan harga mulai menurun seiring pulihnya produksi di daerah sentra.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.