Sejumlah program konkret pun lahir dari kebutuhan menjaga pasokan sekaligus meningkatkan produktivitas. Di antaranya Gertak Babe (Gerakan Tanam Serentak Komoditas Bawang dan Cabai), Bang Cerah (Pengembangan Kawasan Cabai dan Bawang Merah), serta Peduli Babe (Peningkatan Produksi dan Hilirisasi Bawang dan Cabai). Ketika produksi meningkat dan hilirisasi mulai stabil, pemerintah daerah memperkuat sistem pengendalian melalui digitalisasi dengan inisiatif Kasih Sirinda (Kolaborasi dan Sistem Pengendalian Inflasi Daerah).
Upaya tersebut disempurnakan dengan program INTAN PENGASIH (Insentif Petani untuk Pengendalian Inflasi Daerah), yang memberikan dukungan bagi petani sebagai bagian dari intervensi menjaga suplai. Program ini meringankan biaya produksi, mendorong keberlanjutan usaha tani, dan memastikan komoditas strategis tersedia sepanjang tahun.
Masni turut menegaskan bahwa ketahanan produksi Tanah Datar tidak tergoyahkan meski daerah itu dihadapkan pada bencana besar, termasuk erupsi Gunung Marapi dan banjir bandang pada 2024. Pada 2025, Tanah Datar tetap mencatat surplus untuk cabai, bawang merah, dan padi.
Untuk 2026, pemerintah daerah telah menyiapkan program baru Babendi (Bertanam Padi Gratis), yang dirancang untuk memperkuat ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
BI menilai, praktik Tanah Datar sebagai contoh nyata bagaimana kebijakan berbasis pertanian dan data dapat menjaga stabilitas harga, melindungi daya beli masyarakat, serta mendukung pergerakan ekonomi daerah secara lebih kuat. Melalui forum capacity building, BI berharap media dapat memahami keterkaitan antara produksi, harga, distribusi, dan kebijakan fiskal daerah dalam menjaga stabilitas ekonomi Sumatera Barat. (003)
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.





