Tren pesantren wirausaha, kata Ekos, menggeser citra pesantren, dari yang hanya sebagai institusi pendidikan keagaamaan menjadi institusi yang juga merangkap lembawa kewirausahaan. Ekos melihat di Pulau Jawa sejumlah pesantren sudah punya usaha yang menambah kas pesantren dari hasil usaha selain dari uang sekolah santri.
Mengenai wirausaha, kata Ekos, Muhammadiyah jelas teruji dan berpengalaman. Ada banyak unit bisnis Muhammadiyah, dari sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, hotel, dan lembaga keuangan. Muhammdiyah mengelola 3.334 sekolah dari tingkat SD hingg SLTA, 172 perguruan tinggi, 123 rumah sakit, 300 pelayanan kesehatan, 132 jaringan lembaga keuangan mikro.
“Jadi, tidak mungkin mengajari Muhammadiyah berwirausaha. Namun, kalau boleh berbagi pengalaman sebagai pengusaha, saya memahami bahwa pelaku wirausaha harus pandai melihat peluang usaha. Pesantren sebaiknya berwirausaha dengan berbasis potensi dan kebutuhan pesantren itu sendiri,” ujar kader Muhammadiyah itu.
Ekos menjelaskan bahwa tiap pesantren memiliki potensi wirausaha masing-masing yang tidak sama dengan pesantren lain. Maka, pesantren harus mengetahui potensi tersebut. Ia mencontohkan bahwa pesantren yang berada di wilayah dan kondisi geografis yang cocok untuk pertanian cocok mengembangkan wirausaha agrobisnis.
“Pesantren-pesantren Muhammadiyah di Sumbar saya kira sudah mengetahui pontensi bisnis mereka masing-masing,” ucap Ekos.
Ekos mengatakan bahwa pesantren tidak perlu mengkhawatirkan modal untuk berwirausaha. Ia menyebut banyak sumber bantuan dari pemerintah untuk pesantren, misalnya dari Kementerian Pemuda dan Olahraga ada bantuan pemerintah untuk pengembangan kewirausahaan pemuda di pesantren; dari Kementerian Agama ada bantuan inkubasi bisnis pesantren.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.