Khalifah Umar bin Abdul Aziz melanjutkan tradisi ini dengan membuka akses terhadap seluruh keputusan pemerintah. Ia memberantas korupsi, menolak hadiah dari pejabat, dan memastikan seluruh aparatnya bekerja secara jujur dan terbuka. Ia bahkan meminta catatan kekayaan pejabat negara untuk diaudit secara berkala. Ini adalah cerminan keterbukaan informasi yang tidak hanya menguntungkan rakyat, tetapi juga menjaga integritas negara. Pemerintahan yang ia pimpin dikenal sangat bersih dan transparan, menjadi contoh ideal dalam sejarah Islam.
Menariknya, pada masa Nabi Muhammad, informasi juga digunakan sebagai alat strategis dalam perang. Dalam konteks perang, informasi, penyebaran syair, kabar, dan opini menjadi sarana membentuk persepsi publik. Para penyair Muslim melawan propaganda musuh melalui syair dan berita yang disampaikan dengan cermat. Ini menunjukkan bahwa informasi tidak hanya bersifat statis, tetapi juga dinamis dan berperan penting dalam membentuk opini serta mendukung perjuangan. Strategi komunikasi ini menunjukkan betapa pentingnya pengelolaan informasi dalam membangun dukungan moral dan psikologis.
Dalam bukunya The Leadership of Muhammad, John Adair (2010), menyoroti bahwa keberhasilan Nabi membangun masyarakat yang harmonis tidak lepas dari gaya kepemimpinan yang terbuka dan transparan. Adair, seorang pakar kepemimpinan dari Barat, mengamati bahwa Nabi tidak hanya menyampaikan kebenaran, tetapi juga hidup dengan nilai-nilai keterbukaan tersebut. Gaya kepemimpinan ini menjadi relevan bagi pemimpin masa kini yang ingin membangun kepercayaan dan integritas dalam institusi modern. Model ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip Islam dapat berjalan beriringan dengan nilai-nilai tata kelola modern.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.