Selain menyebabkan macet, menaikan dan menurunkan penumpang di badan jalan ini juga membahayakan keselamatan pengemudi, penumpang dan pengguna jalan lainnya.
“Bisa kita lihat, mulai dari ruas jalan Adinegoro hingga UNP selalu terjadi kemacetan karena banyaknya bus yang parkir di bahu jalan untuk menurunkan atau menaikkan penumpang. Ini sangat mengganggu kenyamanan masyarakat. Maka dari itu kita dorong Terminal Anak Air ini dimanfaatkan dengan optimal. Apa yang menjadi titik persoalan, mari kita carikan solusinya secara bersama,” ujar Doni.
Ia juga menyampaikan, harus ada dorongan dari OPD terkait agar AKDP dan AKAP mau masuk ke terminal. Dari DPRD sendiri, yang menjadi urusan provinsi akan diintensifkan untuk dikawal.
“Pak Gubernur dalam setiap kesempatan juga memberikan penekanan agar terminal ini sesegeranya diaktivasi, karena terminal ini juga dibangun saat Pak Gubernur jadi wali kota,” katanya.
Kepala BPTD Kelas II Sumatera Barat Deddy Gusman melalui Kepala Sub Bagian Tata Usaha Hendra, saat menerima kunjungan kerja Komisi IV memaparkan, Terminal Anak Air dibangun dari kurun waktu 2018 sampai tahun 2023. Pembangunannya memakan anggaran lebih kurang Rp92 miliar dengan sumber dana dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Disebut Hendra, salah satu kendala yang membuat Terminal Anak Air belum berfungsi optimal adalah karena akses jalan masuk yang kecil dan menyulitkan untuk keluar masuk bus.
Sesuai kebutuhannya, untuk akses masuk harusnya tersedia jalan dua jalur dengan lebar 24 meter. Jalan di kiri dan kanan masing-masingnya 8 meter, dan untuk median jalan selebar 8 meter.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.