“Dalam upaya transisi energi, PLN telah menekankan upaya dekarbonisasi pembangkit listrik, melakukan pembatalan 13,3 GW PLTU baru yang sebelumnya direncanakan dalam RUPTL, mengganti 1,1 GW PLTU dengan EBT dan 800 MW PLTU dengan pembangkit gas,” papar Darmawan.
Darmawan menjelaskan sampai dengan tahun 2023, PLN telah berhasil mengurangi sekitar 50 juta ton CO2, dari Business as Usual sebesar 334 juta ton CO2 menjadi 284 juta ton CO2.
“Selain pembatalan pembangunan pembangkit PLTU baru, PLN juga mengimplementasikan co-firing di 37 PLTU existing, yaitu dengan penggunaan biomassa yang dibuat dari wood pellet atau sampah sebagai bahan bakar pendamping batu bara. Teknologi ini mampu mengurangi emisi karbon hingga 1,2 juta ton CO2,” ujar Darmawan.
Selain itu pengurangan emisi juga didapatkan dari peningkatan efisiensi jaringan transmisi dan pembangkit. Upaya ini mampu mengurangi emisi sebesar 10 juta ton CO2.
“PLN mengganti PLTU subcritical dengan teknologi supercritical dan ultra-supercritical sehingga berhasil menurunkan emisi sebesar 15,4 juta ton emisi CO2. Kami juga memanfaatkan gas buang dari PLTGU combined cycle untuk menghasilkan listrik tambahan, teknologi ini mampu mengurangi 7 juta ton CO2,” terang Darmawan.
PLN juga menambahkan 4 GW kapasitas EBT sampai dengan tahun 2023. Upaya ini mengurangi 16,2 juta ton CO2.
Darmawan menjelaskan dalam rangka memperoleh dukungan asistensi teknis dan finansial dari pihak internasional pada skenario transisi energi yang telah disusun, PLN juga melakukan penandatanganan MoU dengan International Energy Agency (IEA), diikuti dengan FGD antara PLN, IEA, dan Asian Development Bank (ADB) pada 18 April 2023 di Paris, Perancis.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.