Sambutan dari Anggota DPD RI daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur, Abraham Liyanto, menyampaikan bahwa Komite I hadir untuk menyerap aspirasi daerah, khususnya terkait pemanfaatan ruang laut, tumpang tindih RTRW, sengketa agraria, proyek strategis nasional, serta kurang optimalnya tata kelola ruang publik.
Sementara, Muhdi menekankan bahwa penataan ruang merupakan aspek fundamental bagi pembangunan daerah, termasuk di kabupaten Manggarai Barat. Menurutnya, meskipun UU Cipta Kerja bertujuan mendorong investasi, terdapat risiko melemahnya kontrol terhadap pelanggaran tata ruang, khususnya di kawasan lindung dan ruang terbuka hijau. Ia juga menyoroti sering terjadinya ketidaksinkronan antara RTRW daerah dan RTR Nasional, yang berdampak pada tumpang tindih pemanfaatan ruang.
“DPD RI sebagai representasi daerah memiliki mandat untuk mengawasi pelaksanaan UU Penataan Ruang agar konsisten, adil, dan berpihak kepada kepentingan masyarakat daerah,” tegas Muhdi.
Pada sesi diskusi, Bupati menyampaikan bahwa apakah mesti menunggu 5 tahun untuk menyesuaikan RDTR, temasuk untuk kepentingan usaha ataukah dimungkinkan dilakukan revisi parsial sesuai kebutuhan pembangunan di daerah. Pada kesempatan yang sama, Dinas kelautan dan perikanan mengemukakan bahwa di Manggarai Barat banyak terjadi daerah pesisir. Tekadang pemerintah daerah bingung dalam proses izin kesesuaian penataan ruang laut yang terbagi di beberapa Direktorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Tanggapan juga disampaikan oleh pejabat Dinas penanaman Modal dan PTSP yang menyampaikan bahwa investasi hotel merupakan kewenangan pemerintah pusat, sehingga dibutuhkan peran pemerintah daerah dalam konteks perizinan dan pengawasan. Semua ungkapan kepala dinas tersebut dibenarkan oleh Wakil Bupati dan Ketua DPRD Manggarai Barat.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.