JAKARTA (SumbarFokus)
Komite III DPD RI menyoroti serius kebijakan penonaktifan 7,3 juta peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan 1,8 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bantuan sosial. Kebijakan itu dinilai menimbulkan keresahan jutaan warga miskin yang kehilangan akses layanan kesehatan maupun bantuan sosial.
Ketua Komite III DPD RI Filep Wamafma mengatakan pihaknya perlu mengetahui secara jelas latar belakang penonaktifan tersebut.
“Komite III DPD RI perlu untuk mengetahui apakah penonaktifan tersebut semata-mata memang terjadi karena adanya pengintegrasian data dari DTKS ke DTSEN, atau karena perubahan kriteria dan ukuran-ukuran sebagai pedoman penetapan penduduk fakir miskin serta tidak mampu yang layak menerima bantuan sosial,” ucap Filep, baru-baru ini.
Data yang beredar menunjukkan dampak penonaktifan terjadi hampir di seluruh provinsi, termasuk Yogyakarta dengan 57.349 peserta nonaktif dan Jawa Tengah dengan sekitar 41 ribu warga miskin di Demak yang terancam kehilangan layanan kesehatan.
“Di Jawa Barat, jumlah peserta nonaktif cukup besar seperti di Kabupaten Garut (201.230 peserta), Sukabumi (174.231 peserta), dan Bandung (144.154 peserta),” kata Filep.
Komite III juga menyoroti hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama LIPI yang mencatat prevalensi penyalahgunaan narkoba pada kelompok usia 15–35 tahun mencapai 1,95 persen atau sekitar 2,3 juta orang pada 2023.
“Fakta ini mengonfirmasi bahwa pemuda masih menjadi kelompok paling rentan terhadap bahaya narkoba,” jelas Filep.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.