“Dari sisi sosial ulama dan pondok pesantren sebagai penjaga nilai-nilai kearifan lokal, sekaligus penjaga moral anak bangsa di tengah arus globalisasi.” ujar dia lagi.
Dijelaskannya Senator berdarah Bugis itu, sejak Amandemen Konstitusi empat tahap, justru banyak paradoksal atau keganjilan di Indonesia. Indonesia menjadi negara yang liberal dengan ekonomi yang semakin kapitalistik. Namun rakyat tidak bisa berbuat banyak.
“Karena sejak saat itu, kedaulatan rakyat sudah tidak memiliki wadah yang utuh. Dulu sebelum dilakukan amandemen, kedaulatan rakyat ada di Lembaga Tertinggi Negara, yaitu MPR RI yang terdiri dari partai politik melalui anggota DPR, Utusan Daerah yang merupakan wakil-wakil dari Sabang sampai Merauke dan unsur Utusan Golongan, dari beragam golongan di masyarakat, termasuk dari ulama dan tokoh agama,” katanya.
Oleh karena itu, tegas LaNyalla, sistem yang berganti karena Perubahan Konstitusi harus segera akhiri.
“Makanya saya tawarkan gagasan kepada para ulama di sini, kepada semua elemen masyarakat untuk kita kembali kepada rumusan asli sistem bernegara dan sistem ekonomi Pancasila. Kembali ke UUD 45 naskah asli yang kemudian nanti kita sempurnakan dengan adendum,” jelasnya.
Sementara itu pengasuh ponpes Modern Al Fatimah, KH. Tamam Syaifuddin mengapresiasi kunjungan Ketua DPD RI. Dirinya juga mendukung perjuangan yang dilakukan LaNyalla bagi bangsa ini.
“Kami pengasuh pondok pesantren modern Al Fatimah Bojonegoro beserta keluarga besar Institut Agama Islam Al Fatimah sangat mengapresiasi kunjungan Ketua DPD RI. Kami semua sangat menaruh harapan besar pada beliau agar bisa memperjuangkan sekaligus meluruskan terjadinya pembelokan Konstitusi kita dari yang Asli,” katanya.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.





