“Kalau mau adil maka sebagaimana produk-produk asing beredar bebas di Indonesia, seperti itu juga seharusnya produk-produk kita bisa beredar bebas di Eropa. Jadi jangan dipolitisir dengan berbagai alasan. Sebab yang pertama merusak hutan dunia bukan kita, tetapi negara-negara Eropa, sejak era Revolusi Industri sampai sekarang,” imbuhnya.
LaNyalla juga berpesan agar kekompakan sebagai bangsa juga harus dijaga. Dengan cara menyingkirkan semua bentuk ketidakadilan khususnya di bidang politik dan ekonomi.
“Negeri kita sangat kaya tetapi banyak rakyatnya masih miskin. Ini akibat salah kelola sejak dari puluhan tahun lalu. Sekarang diperparah dengan cengkraman oligarki ekonomi yang mendukung dan didukung oleh oligarki politik,” tegasnya.
Pangkal masalahnya, menurut LaNyalla, adalah amandemen konstitusi 1999 sampai 2002 yang telah mengubah sebagian besar konstitusi kita, sehingga bukan lagi UUD 1945 melainkan UUD 2002.
Akibatnya, undang-undang yang dicetuskan sejak 2002 diarahkan untuk memenuhi kepentingan oligarki politik dan oligarki ekonomi. APBN yang semakin besar dari tahun ke tahun pun tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.
“Inilah sebabnya dalam berbagai kesempatan selalu saya menyerukan agar kita kembali ke Naskah Asli UUD 1945. Hari ini pun saya ingin mengulangi lagi bahwa untuk menyelamatkan negeri kita, maka kita harus kembali ke Naskah Asli UUD 1945, lantas melakukan addendum untuk hal-hal yang perlu disempurnakan,” ucapnya.
Di bidang politik, lanjutnya, yang dibutuhkan adalah Demokrasi Pancasila, bukan Demokrasi Liberal seperti sekarang. Di bidang ekonomi, yakni sistem ekonomi inklusif sesuai Pasal 33 UUD 1945, untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bukan ekonomi eksklusif yang hanya menguntungkan segelintir orang. Di bidang hukum, adalah rasa keadilan di hati masyarakat, bukan hanya kepastian hukum di mata penegak hukum.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.





