Pertemuan tersebut dihadiri para niniak mamak dari berbagai pasukuan, termasuk YE Dt Pangulu Rajo Nan Hitam, M Dt Sinara Kayo, Dt Simarajo Nan Kuniang, EJ Dt Rajo Sinaro, A.R. Dt Banso Dirajo Nan Putiah, Dt Rajo Mangkuto Nan Sembai, dan sejumlah tokoh adat lainnya.
Anton Dt Hitam menegaskan bahwa dirinya tidak menolak pembangunan pasar, tetapi sebagai pemegang amanah adat, ia wajib memastikan tanah ulayat tidak diambil alih secara sepihak.
“Sesuai pituah adat tibo di kampuang bapaga kampuang, tibo di nagari bapaga nagari. Mari luruskan dan ingatkan Pemko Payakumbuh untuk menghormati adat. Bicara dulu dengan Niniak Mamak melalui tim yang sudah ditunjuk,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa pemaksaan proses sertifikasi tanpa persetujuan adat berpotensi memicu konflik agraria berkepanjangan, bahkan berujung gugatan perdata, TUN, hingga pidana.
“Jabatan Wali Kota, Sekda, Kepala Dinas itu sementara. Yang dibawa adalah jejak kebijakan. Untuk itu, tinggalkanlah kebijakan yang baik bagi masyarakat Payakumbuh, terutama terkait tanah ulayat nagori,” sebutnya.
Anton Dt Hitam mengaku telah berkomunikasi dengan niniak mamak di kampung maupun tokoh rantau untuk merumuskan langkah hukum jika Pemko tetap melanjutkan proses sertifikat secara sepihak.
Kisruh ini bermula pascakebakaran Pasar Payakumbuh, ketika Pemko berencana membangun kembali pasar menggunakan anggaran pusat. Namun prosesnya dinilai tidak transparan dan tidak melibatkan Niniak Mamak Nagori Koto Nan Ompek secara memadai.
Anton Dt Hitam menegaskan perlunya dialog terbuka antara Pemko, niniak mamak, lembaga adat nagori, dan tim advokasi.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.





