Praktisi Hukum Mahdiyal Hasan: Kasus Mutilasi Padang Pariaman, Buah Kelemahan Deteksi Dini terhadap Potensi Kejahatan

Praktisi hukum Mahdiyal Hasan, S.H., M.H. (Foto: Ist./SumbarFokus.com)

Dikatakan lagi, dalam konteks hukum pidana Indonesia, Wanda dapat dikenai Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, yang ancamannya adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup. Namun, bila terbukti ada pelaku lain yang turut membantu atau mengetahui tapi tidak melapor, maka ada potensi jeratan pasal tambahan, yaitu Pasal 55 KUHP (untuk mereka yang turut serta melakukan), Pasal 56 KUHP (untuk mereka yang membantu kejahatan), Pasal 221 KUHP (untuk menyembunyikan pelaku kejahatan), dan Pasal 181 KUHP (untuk tidak melapor padahal mengetahui terjadi tindak pidana berat).

“Jangan kita lupa bahwa hukum tidak hanya menghukum pelaku utama. Dalam sistem peradilan pidana, setiap yang memiliki peran—baik itu aktif, pasif, ataupun oportunistik—harus dimintai pertanggungjawaban,” papar Mahdiyal.

Mahdiyal menyarankan agar penyidikan dilakukan tidak semata-mata berdasarkan pengakuan Wanda, melainkan dibangun di atas audit forensik yang kuat, termasuk uji DNA pada benda-benda di TKP, rekonstruksi waktu, serta jejak digital komunikasi terakhir korban.

“Jangan hanya puas pada pengakuan pelaku. Dalam praktik hukum kita, banyak kasus justru mengambang karena penyidik berhenti di titik yang mereka anggap ‘cukup’. Padahal keadilan tidak cukup bila ada aktor lain yang bebas berkeliaran,” ujar Mahdiyal.

Dia juga menyinggung perlunya pengawasan dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) untuk menjamin saksi-saksi berani buka suara. Terlebih dalam kasus yang sudah viral dan menyita perhatian publik, tidak tertutup kemungkinan adanya tekanan atau intimidasi kepada pihak-pihak tertentu.

Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.



Pos terkait