“Berdasarkan hasil dialog bersama tiga anggota DPRD dari Komisi I dan II, bersamaan dengan dinamika yang terjadi saat sekarang ini, kami menduga adanya permainan dalam hak angket ini,” ujarnya.
Ia menyebut, dari 40 anggota DPRD Pasaman Barat, dalam dialog bersama perwakilan kader mahasiswa yang tergabung dalam IMM dan PMII hanya dihadiri tiga orang anggota DPRD.
“Dalam dialog tersebut hanya dihadiri oleh tiga orang wakil rakyat, selebihnya tidak hadir, dan terkhusus kepada Ketua DPRD Pasaman Barat kami anggap telah mundur dari jabatannya,” sebutnya.
Untuk program UHC yang sebelumnya telah dianggarkan oleh Pemerintah Daerah setempat, namun terhitung tanggal 1 Januari 2025, layanan UHC sudah dihentikan, sehingga masyarakat harus melakukan pengurusan BPJS beralih kepada peserta mandiri.
“Program UHC yang sudah dianggarkan dan tiba-tiba terhenti begitu saja, tentu hal ini menjadi kejanggalan dan tanda tanya besar, apakah ini menjadi temuan dan sebagainya, selanjutnya ia dan rekan-rekan lainnya akan mengawal terkait tiga point tuntutan tersebut sampai adanya kejelasan dari pihak DPRD setempat,” tegasnya.
Sementara itu, anggota DPRD Pasaman Barat Komisi I Aldiwilza didampingi Yondrizal dan Nefri dari komisi II mengatakan, hak angket merupakan hal biasa, yang biasa tetapi tidak pernah dibiasakan. Tetapi belum pernah digunakan di Sumatera Barat, dan untuk di Pasaman Barat akan dibiasakan, hal ini juga sebagai kontrol di dalam pelaksanaan kegiatan di Pemerintah Daerah Pasaman Barat.
lanjutnya, materi pembahasan tidak hanya program UHC saja, namun mencakup keseluruhan bidang. Untuk hak angket secara Fraksi sudah tujuh Fraksi yang menyatakan sikap, dari 40 anggota DPRD di Pasaman Barat, sebanyak 30 anggota DPRD setidaknya menyetujui.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.