“Kami sedang berkoordinasi agar Kementerian Kehutanan bisa membantu pengadaan bibit produktif. Kita juga ingin memastikan proses penanganan ini tidak berhenti di forum, tapi dilanjutkan dengan aksi nyata,” ujarnya.
Rahmat menambahkan, peran aktif pemerintah daerah dan masyarakat juga menjadi kunci keberhasilan penanganan.
Dia mendorong agar segera disusun proposal resmi sebagai dasar pengajuan bantuan ke tingkat pusat. “Kita butuh dokumen resmi sebagai dasar ke pusat. Tanpa itu, upaya dari pusat pun tidak bisa maksimal,” tegasnya.
Sebagai langkah lanjutan, Rahmat juga menyampaikan pentingnya penguatan koordinasi lintas sektor dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk Balai Wilayah Sungai dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Dia menyatakan, krisis air ini menyangkut keberlanjutan sistem pertanian dan lingkungan hidup secara menyeluruh.
“Kita harus lihat ini sebagai satu kesatuan. Kalau hutannya rusak, air tidak mengalir. Kalau air tidak ada, sawah gagal panen. Ini tidak bisa ditangani secara sektoral,” ungkapnya.
Rahmat menegaskan akan terus mengawal proses ini hingga ada tindak lanjut konkret dari pemerintah pusat. “Saya akan terus dorong dan kawal ini di pusat. Tapi tentu kita butuh gerak bersama. Pemerintah daerah harus responsif, masyarakat harus siap berkolaborasi,” kata Rahmat.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Pertanian Kabupaten Solok, Imran, menjelaskan penyebab utama krisis air kemungkinan besar berasal dari kerusakan kawasan hutan di sekitar perbukitan.
“Kebakaran hutan beberapa waktu lalu membuat kawasan pinus menjadi terbuka. Ini berdampak pada kemampuan kawasan tersebut menahan air hujan dan menjaga ketersediaan air tanah,” katanya. (000)
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.