Dilanjutkan Nevi, Sejak mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu tak pernah melupakannya. Setiap ada pasukan Yaman yang ia temui, Umar senantiasa mencari nama Uwais Al-Qarni. Hingga bertahun-tahun setelah Rasulullah wafat, saat pasukan Yaman singgah di Madinah pada suatu hari, Umar akhirnya menjumpai apa yang selama ini ia rindui.
Kemudian, Nevi menyampaikan cuplikan percakapan.
“Apakah di antara kalian ada laki-laki yang bernama Uwais bin Amir?”
“Ya.”
“Dari mana ia berasal?”
“Dari Murad. Tepatnya Qarn.”
Kaum muslimin pun heran. Mengapa Umar mencari Uwais, sosok yang tidak begitu penting dalam pasukan Yaman. Yang dicari pun lebih suka menyendiri.
Umar memperhatikan Uwais dengan seksama. Dipandanginya wajah teduh yang nama dan kemuliannya disebut langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu. Lalu ia menyelidiki sebuah tanda. Senoktah bekas sakit kulit di lengannya.
Penampilannya sangat sederhana. Bahkan tidak dianggap oleh kaumnya. Namun, doanya sangat mustajabah. Umar menceritakan hadits yang ia dengar langsung dari Rasulullah, lalu memintanya untuk memohon ampunan kepada Allah untuk dirinya.
Demi disebut nama Allah dan Rasul-Nya, Uwais pun mendoakan Umar. Lalu pergi entah ke mana. Ia tidak mau kisahnya viral lalu orang-orang memujanya. Ia selalu menjauhi popularitas dunia.
“Mengapa Uwais demikian mulia di hadapan Allah dan doanya sangat mustajabah? Jawabannya seperti pada hadits di atas. Selain hatinya bersih, Uwais sangat berbakti kepada ibunya.
Pernah suatu ketika, sang ibu mengatakan keinginannya untuk naik haji. Uwais sangat mendukung keinginan ibu. Ia sempat sedih karena tidak memiliki unta dan sekedupnya yang bisa membawa ibu dengan nyaman menuju Tanah Suci untuk berhaji. Namun, Uwais mendapatkan ide cemerlang yang akan membuat ibunya lebih nyaman daripada naik unta,” tutur Nevi.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.