Pada abad ke-16, perdagangan rempah-rempah didominasi oleh Portugis yang menjadikan Lisbon sebagai pelabuhan utama mereka. Sebelum Revolusi Belanda, kota Antwerp memainkan peran penting sebagai distributor di Eropa Utara, tetapi setelah tahun 1591 Portugis bekerja sama dengan perusahaan Jerman, Spanyol, dan Italia dan menggunakan Hamburg sebagai pelabuhan utama distribusi barang-barang Asia memindahkan jalur perdagangan agar tidak melalui Belanda. Akan tetapi, perdagangan yang dilakukan Portugis terbukti tidak efisien dan tidak mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat, terutama lada.
Pasokan yang tidak merata menyebabkan harga lada meledak saat itu. Selain itu, penyatuan Portugal dan Kerajaan Spanyol (saat itu berperang dengan Belanda) pada tahun 1580 menimbulkan kekhawatiran tersendiri di Belanda. Ketiga faktor inilah yang menyebabkan Belanda terlibat dalam perdagangan rempah-rempah antar benua.
Belakangan, Jan Huyghen van Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan “jalur rahasia” pelayaran Portugis yang menyebabkan pelayaran pertama Cornelis de Houtman ke Banten, pelabuhan utama Jawa, pada 1595-1597, dan kapal serta awak kapal mereka mengalami kerusakan parah.
Pada tahun 1596 empat kapal penelitian yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar ke Indonesia dan merupakan kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi tersebut mencapai Banten, pelabuhan lada utama di Jawa Barat, di mana terjadi permusuhan terhadap Portugis dan penduduk setempat.
Houtman kembali berlayar ke timur sepanjang pantai utara Jawa, diserang oleh penduduk setempat di Sedayu, mengakibatkan hilangnya 12 awak kapal, dan terlibat perselisihan dengan penduduk setempat di Madura, yang mengakibatkan terbunuhnya seorang pemimpin setempat. Setelah kehilangan separuh awak pada tahun berikutnya, mereka memutuskan untuk kembali ke Belanda, tetapi rempah-rempah yang mereka bawa cukup untuk menghasilkan keuntungan.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.