Sultan Sebut Tren Importasi Beras Akan Semakin Meningkat Setelah UU Omnibus Law Cipta Kerja Disahkan

DPD RI
Sultan B Najamudin. (Foto: Ist.)

Sementara, pemerintah, lanjut Sultan, hingga saat ini masih belum mampu menetapkan titik keseimbangan harga eceran tertinggi gabah kering di tingkat petani dan harga beras di pasaran. Kecendrungan pada kepentingan korporasi masih terasa jika kita melihat ketimpangan kenaikan HET GKP dibandingkan kenaikan HET beras.

“Sangat panjang efek domino yang akan merugikan petani dan masa depan industri pertanian Indonesia, jika pemerintah hanya fokus pada menjaga stabilitas harga beras dengan terus menghapus berbagai subsidi yang membantu mengurangi biaya produksi petani,” tegasnya.

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut, senator asal Bengkulu ini, meminta agar pemerintah segera mencari solusi jangka panjang dalam rangka memastikan dan menjamin cadangan Beras pemerintah (CBP) terjaga sesuai standar minimum Bulog. Saran kami Badan Pangan Nasional dan Bulog harus juga ditugaskan untuk melakukan produksi beras secara mandiri dengan melakukan kemitraan dengan seluruh Petani se-Indonesia.

“Bapanas dan Bulog jangan hanya menjadi off taker yang sudah pasti kalah bersaing dengan korporasi beras swasta. Institusi pangan ini harus turun ke lahan-lahan pertanian terutama dalam agenda food estate pemerintah,” ujar Sultan.

Dikatakan, ketentuan impor komoditas pangan dimuat pada klasterĀ pertanian Pasal 30Ā UUĀ Cipta Kerja, yang mencabut UU sebelumnya yaitu UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Diketahui, “Kecukupan kebutuhan dan/atau cadangan pangan Pemerintah berasal dari produksi dalam negeri dan impor Komoditas Pertanian dengan tetap melindungi kepentingan Petani.” adalah bunyi Pasal 30 ayat (1) PerppuĀ yang kini telah disahkan DPR menjadi UU Cipta Kerja. (000/DPD)

Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.



Pos terkait