Turut menambahkan, Sekdaprov Sumbar Hansastri mengingatkan perlunya kehati-hatian menafsirkan angka agar tidak terjadi kekeliruan, khususnya dalam mengambil kebijakan. Dia menjelaskan, pada data inflasi, yang dihitung adalah delta atau selisih pertambahan harga.
“Jadi inflasi tertinggi bukan berarti harga kita paling tinggi di Indonesia. Tapi itu kita dibandingkan dengan periode sebelumnya,” terang Hansastri.
Menurutnya bahkan petani bersyukur, karena di samping inflasi itu terdapat peningkatan nilai tukar petani.
Hal serupa juga disampaikan BPS Sumbar. Data BPS menyatakan bahwa pada tahun 2021 surplus produksi pangan di Sumbar menyebabkan harga pangan rendah. Setelah terjadi delta kenaikan harga pada akhir tahun 2022, bahkan Indeks Harga Konsumen yang menjadi penentu inflasi di Sumbar masih sama dengan provinsi-provinsi lainnya.
Tercatat secara keseluruhan, inflasi di Sumatera Barat terutama disumbang oleh delta pertambahan harga pada komoditas bensin, beras, angkutan udara, cabai merah, telur, rokok kretek dan rokok filter, mobil, bahan bakar rumah tangga, dan sabun detergen.
Sementara di,antara upaya yang dilakukan dalam pengendalian inflasi yaitu operasi-operasi pasar murah, pencanangan gerakan tanam cabe, program produksi pupuk organik dan bantuan rumah kompos, pendampingan smart digital farming, bantuan alsintan dan saprodi, optimalisasi alokasi BTT, DTU dan dana desa, serta pemberian subsidi transportasi Trans Padang. (000/Sumbar)
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.





