Seperti dikatakan oleh dosen Linguistik, yang saat itu menghadiri kegiatan tersebut, Zulprianto, Ph.D, makalah yang disajikan oleh Maharaniguna Yusda akan mampu menggiring pada hadirnya narasi publik dan memori kolektif, yang bisa kemudian membangun kewaspadaan terhadap bencana alam.
“Misalnya, di Simeulue di Aceh , masyarakat memiliki kata asli untuk menyebut tsunami, yaitu “Semong”. Pada waktu terjadinya gempa dan tsunami di Aceh pada tahun 2004, menurut berbagai laporan, warga bergegas menyelamatkan diri begitu mendengar teriakan ‘semong’, sehingga jumlah korban berkurang. Dari narasi publik itu tercipta kearifan lokal. Penelitian yang ditulis Rani ini, bisa juga ke depan memberi sumbangsih ke arah mitigasi bencana. Bahkan, bukan tak mungkin juga, berkontribusi pada kebiijakan dan aplikasi praktis,” sebut Zulprianto.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Program Studi (Kaprodi) Magister Linguistik FIB Unand Dr. Rina Marnita menjelaskan, kegiatan Tilik Linguistik merupakan salah satu upaya untuk menciptakan atmosfer akademik di kalangan mahasiswa di kampus. Tilik Linguistik dilaksanakan secara rutin oleh mahasiswa, kali ini merupakan Tilik Linguistik keempat yang digelar.
“Melalui Tilik Linguistik, mahasiswa Magister Linguistik FIB Unand belajar mengelola kegiatan seminar, menjadi nara sumber seminar, sekaligus menjadi peserta seminar, dan semua elemen yang terlibat. Pengalaman ini membantu membangun suasana akademik, mendorong mahasiswa Magister Linguistik mengembangkan daya pikir kritis dan kemampuan argumentatif, disamping memperluas wawasan keilmuan mereka dalam berbagai bidang bahasa dan budaya” jelas Rina.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.