“Biasanya mereka ‘menggambar’ dulu. Tukang gambar ini memerhatikan rutinitas yang dilakukan oleh pedagang emas. Bagian ‘gambar’ ini, jika dalam kasus perampokan bank, biasanya jadi nasabah. Eksekutor bukan dia. Sama dengan perampokan pedagang emas. Terlebih dahulu digambarkan oleh si tukang gambar, kondisi rutin pedagang,” terang Kapolda.
Selanjutnya, setelah semua kondisi rutin digambarkan oleh ‘penggambar’ atau ‘pelukis’ tadi, ada lagi yang bertugas sebagai pengawal, yang mengiringi rutinitas calon korban. Yang bersangkutan ini akan mengawal calon korban, mengetahui jalan pulang yang dilewati, dan sebagainya. Kemudian, setelah semua situasi dan kondisi mampu direncanakan, barulah eksekusi dilakukan. Apakah perampokan dilakukan di tempat toko berada, di perjalanan pulang si pedagang emas, atau bahkan di dekat rumah di pedagang itu.
“Jika modus operandinya toko emas, belum tentu dilakukan di situ, tapi di cari tempat mana yang lebih leluasa. Digambarkan oleh ‘pelukis’ tadi. Berhari-hari. Tidak langsung. Misal toko emas X, menjualbelikan gelang, cincin, dan lainnya. Ada karyawan sekian. Jam buka, jam tutup. Setiap hari kembali dengan kumpulkan perhiasan, masukkan tas, gunakan mobil. Ini masih gambaran, belum eksekusi. Berhari hari digambar dulu. Hari kesekian, tim mereka rapat dulu. Tidak langsung eksekusi. Eksekusi bisa di jalan X, atau saat menenteng tas diserobot. Korban dilumpuhkan. Kalau sudah pakai senpi, kelasnya kelas berat. Jadi, untuk toko emas, belum tentu di tokonya. Ada peristiwa, justeru kejadian di depan rumah korban, di Jabar, beberapa waktu lalu,” urai Kapolda menjelaskan.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.