Ketua DPD RI: Utusan Daerah di MPR Harus Berbasis Pemilik Wilayah

FGD membahas perihal urusan daerah, yang dihadiri Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. (Foto: DPD RI/SumbarFokus.com)

“Perlu kita ingat, ada empat syarat untuk berdirinya suatu negara. Pertama, adanya rakyat. Kedua, adanya wilayah. Ketiga, terbentuknya pemerintahan. Dan keempat, adanya pengakuan internasional,” papar dia.

Sebelum Indonesia lahir, dikatakan LaNyalla, wilayah di Nusantara terbagi dalam dua zona. Yang pertama adalah zelfbesturende land schappen, atau daerah-daerah berpemerintahan sendiri, yang sejatinya dikuasai kerajaan dan kesultanan Nusantara.

Bacaan Lainnya

Yang kedua, adalah volks gemeen schappen atau wilayah yang dihuni dan dimiliki kelompok masyarakat adat, yang berbasis suku, marga, nagari, dan sebagainya. Kemudian Belanda menciptakan daerah-daerah baru, yaitu daerah otonom dan daerah dministratif pemerintahan Hindia Belanda di Nusantara.

“Jadi, para pendiri bangsa, saat menyusun tentang utusan daerah, sudah memikirkan bahwa seharusnya utusan daerah di dalam MPR dihuni oleh mereka yang memiliki wilayah-wilayah di Nusantara ini,” ungkap Senator asal Jawa Timur itu.

Namun katanya, rumusan utusan daerah yang didesain para Pendiri Bangsa, belum pernah dilakukan secara benar, baik di era Orde Lama, maupun Orde Baru.

“Di era Orde Baru, dari tahun 1966 hingga 1998, utusan daerah justru diisi oleh unsur Eksekutif yang ada di daerah. Mulai dari gubernur, panglima Kodam, kepala kepolisian daerah, rektor universitas negeri, dan lain sebagainya. Pemilihan tersebut juga diserahkan kepada DPRD Provinsi. Sehingga utusan daerah banyak yang berafiliasi kepada Golongan Karya, yang mendominasi kursi di DPRD Provinsi,” katanya.

Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.



Pos terkait