SAWAHLUNTO (SumbarFokus)
Meski bukan masjid yang pertama di Sawahlunto, keberadaan Masjid Agung Nurul Islam tidak dapat dilepaskan dari sejarah berkembangnya kota yang dikenal sebagai penghasil batubara itu.
Menariknya, lokasi pembangunan Masjid Agung Nurul Islam ini awalnya merupakan lokasi Pembangkit Listrik (Electriciteits Centrale), yang generatornya digerakkan dengan tenaga uap (PLTU).
Electrische Centrale atau sentral listrik Kubang Sirakuak itu sendiri dibangun oleh Kolonial Belanda di rentang waktu 1894-1898 dan merupakan PLTU terbesar Hindia Belanda pada zaman tersebut.
Menurut data Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatra Barat (Sumbar), usai tidak difungsikan lagi, PLTU itu dijadikan pabrik perakitan senjata oleh pejuang Sawahlunto di masa awal kemerdekaan. Dan pada tahun 1952, atas kesepakatan berbagai pihak, di atas tapak bangunan sentral listrik itu dibangun sebuah masjid, yang dinamai Masjid Agung Nurul Islam.
Peninggalan dari PLTU, yang sampai hari ini masih dipakai, yakni cerobong asap setinggi 75 meter dijadikan sebagai menara masjid serta bak penampungan air untuk kebutuhan berwuduk masjid.
Haji Sinin, tetua di sekitar komplek masjid, menceritakan, selain pernah jadi PLTU, masjid itu juga pernah dijadikan sebagai gudang atau tempat penyimpanan senjata pada masa pergolakan atau di awal-awal kemerdekaan.
“Di bawah masjid ini ada ruangan besar yang jarang diketahui orang, dan juga hampa udara. Dulu para musuh datang dari arah puncak polan arah (kabupaten) Sijunjung sekarang. Lokasinya persis di depan masjid, jadi pergerakan musuh terlihat,” jelasnya berkisah.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.





