Masjid Agung Nurul Islam, Sejarah Masa Lalu Tak Terpinggirkan

Masjid Agung Nurul Islam Kota Sawahlunto dengan menara masjidnya yang tinggi, bekas cerobong asap PLTU Belanda. (Foto: RIKI YUHERMAN)

Dia juga menambahkan, masjid ini berada persis berada di pinggiran Batang Lunto, salah satu sungai yang membelah pusat Kota Sawahlunto.

Dulunya, air Batang Lunto sangat besar. Namun sekarang debit air sungai kecil, karena ketika pembangunan rel kereta api zaman dahulu, alirannya dialihkan.

Bacaan Lainnya

Bangunan Masjid Agung Nurul Islam juga termasuk dalam situs warisan dunia UNESCO, yang disahkan pada tahun 2019 lalu. Selain cerobong asap PLTU yang berubah fungsi menjadi menara masjid, kubah-kubah masjid ini juga unik dengan arsitektur lama. Sementara, tiang – tiang dalam bangunan juga masih terjaga keasliannya.

Masjid dengan lebar 60×60 meter tersebut memiliki satu kubah utama (besar) dan empat kubah penunjang (kecil).

Hingga saat ini, Masjid Nurul Islam masih eksis sebagai tempat ibadah dan juga sebagai sarana tempat berbagai kegiatan keagamaan.

Pengurus Masjid Agung Nurul Islam, Ismed Wandi, mengungkapkan, hingga saat ini, berbagai kegiatan keagamaan rutin dilaksanakan masjid ini.

“Kegiatan seperti pengajian oleh anak panti asuhan dan TPA juga rutin setiap harii. Untuk kegiatan mingguan, ada wirid bersama. Majelis Taklim sekali seminggu dan kultum menjelang Salat Zuhur, serta rumah tahfiz. Selain itu, aktivitas lainnya adalah sebagai tempat kurban pada Hari Raya Idul Adha, pembagian takjil di Bulan Ramadan dan aktivitas ibadah Bulan Ramadan lainnya,” jelasnya.

Mengunjungi Masjid Agung Nurul Islam sama halnya dengan mengulik sejarah Kota Sawahlunto, peninggalan kolonial Belanda yang masih sangat kental berpadu dengan balutan islami. Bagi masyarakat yang berkunjung ke Sawahlunto kurang lengkap rasanya jika belum singgah atau salat di masjid ini, atau hanya sekedar berswafoto.

Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.



Pos terkait