Ditekankan, Pancasila tidak lagi tercermin dalam isi pasal-pasal Konstitusi hasil perubahan itu.
“Melainkan nilai-nilai lain, yaitu ideologi Liberalisme dan Individualisme,” imbuhnya.
Ideologi asing itulah yang menurut LaNyalla menjadi penyebab ketidakadilan semakin terasa dalam 20 tahun belakangan ini, di mana segelintir orang semakin kaya dan menguasai sumber daya Indonesia, sementara jutaan rakyat tetap miskin dan rentan menjadi miskin.
“Ini terjadi karena sejak era reformasi, ekonomi disusun oleh mekanisme pasar bebas. Negara tidak lagi berdaulat. Bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, juga cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak sudah dikuasai swasta,” tuturnya.
Rakyat Indonesia, sebagai pemilik negara ini tidak bisa berbuat apa-apa. Buktinya Undang-Undang pro pasar bebas terus lahir, dan hutang yang harus dibayar generasi masa depan juga terus bertambah.
“Kenapa rakyat tidak bisa berbuat apa-apa? Karena kedaulatan rakyat sudah dipindahkan kepada kedaulatan Partai Politik di DPR RI dan kedaulatan Presiden melalui Pilpres Langsung,” tegas LaNyalla.
Hal itu, imbuhnya, akibat perubahan konstitusi empat tahap silam, yang menjadikan partai politik dan DPR RI serta pemerintah memiliki peran yang sangat kuat untuk menentukan arah perjalanan bangsa ini.
“Oleh karena itu tidak ada pilihan. Darurat sistem yang diakibatkan oleh kecelakaan perubahan konstitusi harus kita akhiri dengan cara kembali kepada rumusan asli sistem bernegara dan sistem ekonomi Pancasila,” papar dia.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.