Perempuan Minangkabau menutup malu dengan memakai pakaian yang bersifat mengurung tidak menampakkan lekuk tubuh.
Kemudian, lengan lapang. Mengandung pepatah tagak baapuang jo aturan, baukua jangko jo jangka. Artinya, segala tindak tanduk perempuan Minangkabau harus sesuai dengan aturan, pandai membawa diri dalam kondisi apa pun, menjaga sopan santun.
Perkembangan Pakaian Khas Perempuan Minang
Dikutip dari website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, baju kuruang adalah baju yang sifatnya mengurung atau menutup anggota badan seperti tangan, dada, paha, dan kaki.
Baju kuruang basiba diperkirakan populer dipakai masyarakat Minangkabau setelah abad ke-19, yang semula pakaian perempuan dibuat pendek, tetapi diperpanjang sampai ke bawah panggul dan dikenakan sehari-hari.
Bentuk pakaian perempuan Minangkabau mengalami perubahan semenjak masa Paderi 1803 (Pembaruan Islam I) akibat adanya akulturasi dengan bangsa India, Timur Tengah, Cina, dan Melayu. Bentuk-bentuk pakaian pada masa itu berbentuk jubah, kerudung, dan cadar.
Barulah pada fase kedua, dikenal sebagai masa Pembaharuan Islam Awal abad ke-20 yang ditandai dengan kepulangan tokoh Islam antara lain Syekh Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul), Syekh Jamil jambek, H Abdullah Ahmad, dan Syekh Muhammad Taher.
Para tokoh ini kemudian mengembangkan paham pembaharuan yang berbeda dengan abad ke-19. Pada awal abad ke-20 pakaian Islam berubah menjadi pakaian baju kurung dengan penutup kepala.
Model abad ke-20, hampir sama bentuknya dengan pakaian perempuan Minangkabau yang berkembang sekitar tahun 1682. Namun, munculnya baju kurung basiba yang dipopulerkan oleh Perguruan Rahmah, tidak lagi mengikuti model Paderi abad ke-19.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.