4 Fakta Unik Budaya Matrilineal di Minangkabau

Ilustrasi perempuan bersunting. (Foto: YEYEN/SumbarFokus.com)

PADANG (SumbarFokus)

Dalam keberagaman budaya Indonesia, keunikannya tidak pernah habis untuk diungkap. Salah satu budaya yang mencuri perhatian adalah sistem matrilineal yang masih kental di masyarakat Minangkabau.

Bacaan Lainnya

Sistem matrilineal adalah sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak ibu saja. Dari asal katanya, istilah matrilineal terdiri dari kata ‘matri’ artinya ibu dan ‘lineal’ artinya garis, sehingga berarti garis ibu.

Dalam artikel ini, dipaparkan lima fakta unik seputar budaya matrilineal yang masih kokoh dan melekat di tengah-tengah masyarakat Minangkabau.

1. Nama Suku Mengikuti Garis Keturunan Ibu

Matrilineal merujuk pada suatu sistem kekerabatan di mana garis keturunan ditentukan melalui pihak perempuan atau ibu. Baik itu anak laki-laki ataupun perempuan, identitas suku mereka akan diwarisi dari suku ibu mereka.

Dari leluhur hingga generasi terbaru, keturunan Minangkabau tidak akan mengadopsi suku dari pihak ayah. Oleh karena itu, kelahiran seorang anak perempuan dianggap sangat berharga, karena di masa depan, ia akan menjadi pewaris garis keturunan dari suku ibunya.

2. Pernikahan Sesuku Dilarang

Dalam tradisi Minangkabau, terdapat kekhawatiran terhadap potensi kerusakan garis keturunan jika ada perkawinan antara individu dari suku yang serupa. Individu yang melanggar norma ini umumnya akan menghadapi sanksi sosial, seperti pengucilan dari masyarakat.

Dalam adat Minang tak jarang laki-lakilah yang diberikan mahar dalam prosesi pernikahan. Posisi laki-laki disebut sebagai orang jemputan.

Saat sudah menikah, laki-laki akan menjadi ‘tamu’ sebab mereka tinggal di rumah keluarga istrinya.

3. Tradisi Melamar Laki-Laki

Adat ini menjadi keistimewaan suku Minang, di mana seringkali perempuan yang mengajukan lamaran kepada pria, bahkan memberikan mahar. Wanita Minang akan ‘membeli’ pria dengan uang yang disebut uang japuik, menyertakan seserahan dan cincin emas sebagai bentuk penghargaan kepada keluarga pria.

Tindakan ini juga dilakukan karena pria akan menjadi penopang keluarga perempuan. Setelah menikah, seorang pria menjadi ‘tamu’ karena mereka akan tinggal di rumah keluarga istri.

4. Pengaruh Perempuan yang Kuat dalam Rumah Gadang

Rumah Gadang memegang nilai pusaka dan berfungsi sebagai lokasi pelaksanaan berbagai peristiwa penting, mulai dari upacara kelahiran hingga perayaan pernikahan. Ketika seorang pria telah membentuk keluarga, Rumah Gadang menjadi tempat tinggal bagi saudara perempuannya bersama dengan suami dan keturunan mereka.

Perempuan memegang peran sentral dalam struktur kekeluargaan. Keluarga di dalam rumah Gadang mencakup: paruik, jurai, dan samande. Paruik merupakan sebutan untuk lima hingga enam generasi yang menempati Rumah Gadang. Kelompok yang lebih besar disebut jurai sedangkan kelompok yang lebih kecil disebut samande.

Secara umum, jarang terjadi keterlantaran karena setiap generasi dan kelompok memiliki peran yang sama-sama signifikan. Bagi orang Minangkabau, tinggal bersama keluarga besar berarti mendapatkan perlindungan yang besar dari keluarga tersebut. (015/BBS)

Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News SumbarFokus.com. Klik tanda bintang untuk mengikuti.



Pos terkait